UI Datang Terlambat By Febrina Maharani #InspirationalStory

UI Datang Terlambat

By Febrina Maharani

     Apa yang muncul di benak kalian jika mendengar kata “UI”? Susah, jauh, mahal, atau bagus kah? If those things ran out from your mind, so you must go here and see what real “UI” is!

     UI terlambat muncul di benakku. Bukan penyesalan seperti Cinta Datang Terlambat-nya Maudy Ayunda, tapi UI ternyata sengaja datang terlambat untuk menjawab segala kegundahan hati seorang calon mahasiswa. Saat itu aku sudah kelas XII dan belum terpikir sama sekali tentang langkahku berikutnya setelah lulus. Kuliah? Tentu. Di mana? Belum tahu.

    Aku berharap adik-adikku kelas XII maupun di bawahnya tidak mencontoh sikapku yang terlalu santai terkena doktrin “masa-masa indah di SMA”. Awal kelas XII, ruang BK sudah mulai ramai dikunjungi murid-murid kelas XII yang berkonsultasi. Guru-guru memprediksi kemungkinan lolos tidaknya kami dalam SNMPTN Undangan dari nilai kami mulai dari semester I-IV (karena semester V masih berjalan). Selain itu, banyak dari kami mengutarakan kendala-kendala dalam memilih perguruan tinggi.

      Aku bersyukur tidak mendapat kendala apapun dalam memilih perguruan tinggi, namun aku bercermin pada teman-teman yang banyak crash dengan orang tuanya agar aku memikirkan baik-baik apa yang aku pilih. Ayah dan mama sangat sabar membimbingku. Mereka cuma berpesan, pilih yang aku suka, percuma jika yang aku pilih dijalani setengah-setengah. Dari situ, aku berusaha mencari segala informasi tentang perguruan tinggi. Aku termasuk orang yang terlambat, tidak tahu banyak tentang perguruan tinggi, fakultas-fakultasnya, jurusan-jurusannya, maupun contoh silabus yang dipaparkan di beberapa website perguruan tinggi. Maka, yang aku lakukan hanyalah fokus mencari informasi akan jurusan yang aku inginkan, Hubungan Internasional.

      Awalnya, aku ingin kuliah di salah satu PTN di Surabaya dengan alasan kembali ke kampung halaman Ayah (FYI, I’m a “daddy’s daughter”), dekat dengan rumah Nenek, dekat rumah Jember, dan aku sudah mengenal Surabaya dengan baik. Sejak itu mulailah aku mencari informasi tentang jurusan (yang konon katanya) impian ini. menjadi Duta Besar mungkin adalah cita-cita seseorang yang berkeinginan memasuki jurusan ini, begitu juga aku. Impian ini bertahan kurang lebih sampai semester V berlalu. Setelah itu, banyak hal yang membuatku ragu. Sebenarnya aku sudah berkonsultasi tentang pilihanku dan guru BK menyetujuinya, namun setelah Roadshow Perguruan Tinggi oleh kakak-kakak alumni, aku berpikir dua kali mengapa aku tidak memilih UI jika aku punya kesempatan? Lalu aku coba berkonsultasi lagi dengan memilih jurusan yang sama universitas beda. Tetapi kata BK, passing grade nya tinggi, kuotanya dikit, saingan banyak otomatis peluang sedikit, tapi bagus dan prospek terjamin. Then, what’s your resolution, Sir? In fact, he just said like that and offered different option to me. Aku kira itu semacam mematikan harapan. Maka, sejak kejadian itu aku memilih diam dan sering berbicara dengan orang tuaku saja.

     Kekesalan itu tetap ada, bahkan beliau juga mengatakan hal yang sama pada temanku, Anggara. Namun pada akhirnya, aku berhasil memantapkan diri dengan memilih jurusan lain. Ini, Sastra Inggris Universitas Indonesia. Aku sadar banyak jalan menuju Roma. Dan aku juga sadar bahwa Duta Besar ternyata masih cita-cita yang mengambang bagiku. Malah, tiba-tiba aku ingin menjadi Translator Film huahahaha! Pertimbangan lainnya adalah aku tidak perlu membeli kamus-kamus tebal dan buku TOEFL karena aku hanya perlu mewarisi buku-buku ayahku. Dan kembali pada pesan orangtuaku, pilih apa yang kamu suka, dan aku memang suka. Lagipula, aku termasuk orang yang tidak mau ambil resiko besar terhadap apa yang sebelumnya tidak aku ketahui sebagai langkah awalku menentukan sesuatu hal. Dua hal yang sangat memotivasiku untuk masuk UI, yaitu mengunjungi Perpustakaan Pusat UI dan sholat di Masjid Ukhuwah Islamiyah.

     Pada hakikatnya jangan terburu-buru mengambil keputusan. Lalu ingat, guru BP / BK bukanlah penentu dari masa depan kalian, tapi Tuhan dan diri kalian sendirilah yang berhak menentukan. BP dan BK hanya sekedar membimbing, bukan menentukan!

“Follow your dreams, they know the way, but make sure your mind drive it carefully”

     Aku menghargai kesempatan yang diberikan kepadaku, termasuk memilih empat slot SNMPTN. Setelah dipikirkan matang-matang dalam waktu yang sangat singkat dengan segala resiko yang akan didapat jika diterima di pilihan ke-berapa-pun atau bahkan tidak diterima, mendapat restu dan dukungan dari ayah dan mama, akhirnya aku menekan tombol “FINALISASI” pada tanggal 20 Februari 2013 dengan pilihan UI (Sastra Inggris dan Sastra Perancis), UN… (HI dan Sastra Inggris). Selepas itu, aku fokus belajar untuk UNAS. Empat hari penentuan itu berjalan “lumayan” lancar. Tahun pertama UNAS menggunakan 20 kode soal dengan ujian pembuka yang kurang membawa pengaruh positif untuk hari-hari berikutnya, yaitu mendapat Paket Bahasa Indonesia IPA dengan menunggu keputusan selama setengah jam sebelumnya yang pada akhirnya tetap mengerjakan paket tersebut. Sebulan penuh penantian berlalu, hari itu pengumuman UNAS berlangsung khitmat dan penuh haru, tapi perjuangan ini baru selangkah. Saya belum bangga lulus UN, tapi saya bangga menjadi mahasiswa di perguruan tinggi impian saya.

     Hari itu aku pulang ke rumah nenek di Banyuwangi, sebelumnya mama mampir ke RS Genteng dan aku mulai cemas menunggu pengumuman SNMPTN. Hasil seleksi sebenarnya akan diumumkan pada tanggal 28 Mei, tapi kabar burung yang ternyata kenyataan mengatakan seperti ini:

Screen_20130527_121758

     Setelah sampai di rumah Nenek, aku seperti orang ling-lung. Beberapa saudara mengajakku ngobrol, tapi kata mereka aku sering tidak menyahut (HUAHAHAHA H-3 JAM PENGUMUMAN SNMPTN). Sebenarnya yang membuat beban pikiran bukan keputusan semisal nggak diterima, tapi mau memunculkan niat buat belajar lagi itu yang susah banget. Hal kayak gini yang salah, jadi terkesan terlalu njagakno gitu lah istilahnya. Dan kebetulan setelah UN selesai, aku tidak mengikuti les intensif SBMPTN.

     Jadi, bisa bayangkan jika orang yang sama sekali tidak siap menghadapi kebalikan dari harapannya membaca ini?

snm

    Mari kuceritakan kronologi pengumuman ini mengubah hidupku. Sore itu pukul 15:30 aku membuka facebook dan mendapati banyak teman-temanku juga online menunggu pengumuman. Aku meminjam PC di Toko Omku sambil membantu melayani pembeli. Saat jam sudah menunjukkan pukul 15:55, mulai banyak komentar pada salah satu post di facebook TOBK Gamabeta 2013 yang mengatakan “tidak lolos seleksi SNMPTN Undangan di UI”. Aku pun mulai cemas, apalagi melihat Satya ternyata tidak diterima juga. Akhirnya aku membuka website penerimaan.ui.ac.id. Di sana sudah ada kolom angka, entah nomor pendaftaran atau NISN. Sialnya, aku memasukkan NISN-ku dan yang keluar adalah kata-kata “Maaf, anda belum lolos seleksi kali ini”. Saat itu rasanya aku tidak dapat mendengar apapun di sekelilingku, rasanya badan kaku semua, entah mau berkata apa. Lalu, aku membuka website SNMPTN dan mulai memasukkan nomor pendaftaranku beserta tanggal lahir. Dan…… gambar seperti di atas lah yang muncul. 😀

    Tiba-tiba aku langsung berteriak dan memeluk tante yang saat itu melayani pembeli. Semua orang yang ada di toko ikut merasakan kesenanganku saat itu, mereka juga menyalami dan mengucapkan selamat kepadaku. Dan yang tidak ketinggalan, mama berlari dan memelukku :’D

    Tante saat itu berteriak kepada sepupuku, “Dek, Mbak Nonik kuliah ndek Jakarta lho!” Subhanallah, Alhamdulillah Allah memberikan hadiah yang tidak ternilai harganya.

 “Uang bukan masalah, tapi tujuan dan semangatmu” – Mama

      Satu hal menarik datang dari kelasku (Solitaire). Kelasku memiliki semacam silsilah keluarga (sekedar mainan). Hebatnya, beberapa anggota keluarga kelasku diterima di UI dari berbagai jalur. Dari SNMPTN Undangan ada Aku (anak), Anggara (saudara sepupu), Sherly (tante), dan Nurin (mama), dari jaluk SIMAK ada Haqi (papa) dan Satya (bibik) yang melengkapi keluarga kecil kelas kami. Mimpi? Iya. Semua itu berawal dari pikiran gila kami. Kami bermimpi berangkat bersama-sama kemari untuk daftar ulang, kontrak rumah, dan lain-lain. Meski ada beberapa orang yang tidak diterima di sini, tapi aku bersyukur mereka sudah mendapatkan pilihan yang ternyata lebih dari  apa yang mereka harapkan.

      So, here I am. Balik ke pertanyaan di awal. Masuk UI susah? Enggak, asal ada usaha (ini klasik, tapi emang bener). UI jauh? Memang. 1000 km dari rumah itu jauh. Mantapkan hati, maka orang-orang tersayangmu di rumah akan terus mendukungmu dalam jarak sejauh apapun kamu. Kuliah di UI dan biaya hidup mahal? SPP per bulan kalian 180.000? Kalikan satu tahun, itu biaya satu semesterku. Biaya hidup mahal bukan alasan. Asrama 200.000/bulan, makanan Jawa Timur plus pedangang-pedagangnya pun masih bertebaran di sini. Bahkan kalau kalian kesepian, ajak ngobrol aja abang-abangnya pake Bahasa Jawa. Biaya makan mahal? Di fakultasku masih ada paket goceng dan kalian bisa makan enak kok, trust me it’s true. UI bagus? Come and see it by your own sight J

      Jadi, malam ini, aku duduk di depan meja belajar Kamar Asrama UI E1-121, mengingat momen-momen penentu itu, mengetik susunan kata dan paragraf ini sambil mencoba membagi semangat, dan berharap sedikit pengalaman tak ternilai ini mampu menggugah siapapun yang membacanya.

    Sukses itu bukan ketika kamu dapat terbang menggapai impian setinggi-tingginya, tapi ketika kamu telah mendapatkan impianmu dan kamu tertawa bahagia karenanya.

IMG_3396

With Gamabeta @ Belakang Rektorat UI

Depok, 24 November 2013  20:01

Scholarship and Education Fair (SEF) 2013

Scholarship and Education Fair (SEF) 2013

education-fair-2

       “Scholarship and Education Fair (SEF) 2013” adalah sebuah acara tahunan yang diadakan oleh Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (ADKESMA) dibawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (BEM FEUI) untuk yang kedua kalinya. Acara ini berisi expo, talkshow, seminar dan pada tahun ini akan ada TOEFL PREPARATION Test.

           Tahun ini SEF mengangkat tema “Travel Your Mind and Choose Your Destiny”.

        SEF 2013 bertujuan membantu menjembatani mahasiswa/i yang ingin memperoleh informasi mengenai beasiswa secara langsung dan akurat, juga mendapat share knowledge dari pembicara berpengalaman dalam bidang student exchange agar mahasiswa/i dapat menentukan pilihan dengan tepat. Acara ini akan diadakan pada tanggal 19-20 November 2013 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

      Untuk info lebih lanjut bisa menghubungi Deavina 081310220981/Dandy 085323087273 atau follow twitter kami @SEFFEUI dan FB SEF FEUI

MENITI LANGKAH MENUJU IMPIAN Oleh Dianita Susilo Saputri #InspirationalStory

MENITI LANGKAH MENUJU IMPIAN

Oleh Dianita Susilo Saputri
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2012

Menjadi dokter adalah cita-citaku sejak kecil. Meskipun sempat labil dan pernah berkata ingin menjadi presiden atau insinyur dan guru TK, aku menentukan untuk ingin menjadi dokter karena dokter yang ku tahu adalah sosok yang baik dan suka menolong sesama. Aku ingin menjadi sosok seperti itu di samping keinginanku untuk dapat membantu orang-orang terdekatku yang sedang sakit. Di usiaku yang ke-17 tahun ini, aku ingin berbagi cerita tentang angin apa yang membawaku menjadi mahasiswa di FKUI.

Belum terbayang di benakku saat itu, almamater kuning yang markasnya berdiri kokoh di pusat ibukota negeri ini, Universitas Indonesia. Hingga tiba saat SMA, aku mendapat motivasi dari wali kelas sekaligus pembimbing konseling yang mengarahkanku untuk melanjutkan studi ke UI ketika sudah lulus SMA nanti. Setiap hari, beliau meyakinkanku. Diceritakannya tentang kakak kelasku yang sudah lebih dahulu menempuh pendidikan kedokteran di sana. Aku pun merasa tertantang dengan hal ini. Kuceritakan pada kedua orangtuaku mengenai keinginanku untuk pergi merantau ke Jakarta demi menimba ilmu di UI. Mereka mengizinkan, tanpa banyak berlama-lama dan menggantungkanku pada keputusan yang tak pasti. Akhirnya, semakin mantaplah tekadku untuk mengejar UI.

Mungkin, muncul pertanyaan di benak kalian (di benakku benar-benar muncul saat itu): mengapa harus UI? Untuk sekolah pendidikan dokter tidak harus sejauh itu. Belum lagi jika terbayang biaya pendidikan dan biaya hidup yang akan jauh berbeda dengan Jember, tempat rumahku berada. Lantas aku berpikir, mencoba mencari jawabannya dengan bertanya. Yang kudapati adalah, UI itu biaya pendidikannya tergolong relatif murah. Karena UI itu kampus rakyat, banyak beasiswa tersaji hangat di hadapan mata. Biaya hidup di Jakarta, tak bisa dipungkiri pasti jauh lebih tinggi dari Jember. Namun aku berpikir lagi, makan bisa dihemat, kesempatan tak boleh lewat. Kesempatan? Kesempatan apa? Kesempatan untuk bisa masuk UI lewat jalur SNPMTN undangan yang sangat terbuka lebar bagi anak daerah sepertiku. Lalu, apa bedanya UI dengan universitas lain, sebut saja yang ada di daerah sendiri? Ya beda toh, namanya Universitas Indonesia, isinya orang se-Indonesia dari Sabang sampe Merauke. Itulah yang kucari, belajar dari orang yang berbeda, belajar dari orang yang lebih hebat. Aku banyak terkesan dengan alumni UI dan berharap bisa menjadi seperti mereka. Lalu bagaimana dengan kejamnya dunia metropolitan? Siapa yang menjadi teman suka duka saat jauh dari orangtua? Ternyata sudah banyak anak Jember yang merantau untuk menimba ilmu di UI, hingga terbentuk suatu paguyuban mahasiswa yang dinamakan Keluarga Mahasiswa Jember di Jakarta atau Gamabeta. Gamabetalah yang pertama kali menyambutku sedemikian hangat saat aku menerima pengumuman kelulusanku melalui jalur masuk SNMPTN Undangan tahun 2012.

Dengan berbagai alasan itulah, aku memperjuangkan tekadku untuk memilih UI sebagai jalanku meraih mimpiku. Perjuangan itu tak semudah membalikkan telapak tangan, namun tak  juga sesulit melupakan orang yang kau cintai *eh salah fokus). Aku sama seperti anak SMA pada umumnya, tak hanya belajar tapi juga bersenang-senang. Aku mengikuti les atau bimbingan belajar di luar sekolah, tapi hal itu tak membuatku lelah karena aku menjalaninya dengan senang. Tak lupa meminta restu orang tua dan keluarga terdekat, juga guru-guruku mulai TK, SD, SMP, sampai SMA, plus guru les. Bermunajat kepada Yang Maha Kuasa di samping segala ikhtiar yang telah kulakukan membuatku tenang dan tidak histeris dengan kedatangan pengumuman SNMPTN Undangan. Semua mengalir seperti air, dari hulu ia menuju ke hilir. Aku yakin, ini jalan terbaik yang Allah pilihkan untukku. Perjuanganku pun, tak berhenti sampai diterima di FKUI. Ini adalah awal dari perjuangan selanjutnya, bertahan hidup di Ibukota demi menjadi dokter yang kelak mengabdi bagi bangsa.

DianitaImg. Langkah meraih mimpiku di Tanah Peratauan

Perlahan Nederlands Dihati oleh Faisal haqi hidayatullah #InspirationalStory

Perlahan Nederlands Dihati

oleh Faisal haqi hidayatullah

Mahasiswa Program Studi Sastra Belanda 2013

        Aduh dari mana harus memulai ? Perkenalan ? Oke. Nama Faizal Haqi. Jenis kelamin, bisa dilihat dari namanya kok. Asal sekolah, bisa dilihat dari nama juga kok. Wajah, bisa dibayangkan dari namanya juga. Hobi, Mafa/Mifa, warna fav–stop jadi kayak anak SMP alay yang galau tiap malem minggu -apalagi pas hujan-. Oke, dari sini aku mau ceritain nih tentang kisahku menemukan Universitas, dari awal perjuangan sampe euforianya pas keterima. Apa? Gamau baca? Itu ada ikon panah ijo –atau biru kali ya- di pojok kiri atas, klik aja. Ah, bercanda. Kalian harus baca ini. Yang gak baca mandul.

        Sebenarnya berpikir tentang Kuliah, PTN, Passing Grade, Kuota, Undangan, SBM dan lain- lain itu harus udah dimulai sejak dini, sejak masuk SMA, iyakan ? Ya enggaklah, ngapain mikir gituan pas baru aja kterima di SMA, terus kita mau main-mainnya kapan tjoy? Serius amat hidup loe! Tjoy, lu anak SMA, kelas sepuluh, nikmatin dulu dah. Serius. Yaudah kalo udah terlanjur mikir juga gak masalah kok. At least, udah ada ancang-ancang kan. Ambil positifnya aja deh. Sekian intermesonnya.

        Nih, udah mulai masuk sesi cerita nih ya. Yah, aku mikir tentang universitas baru awal kelas 3 sih, pas ada sosialisasi dari guru BK sekolah. Yah maklumlah, nilai juga pas-pasan, prestasi juga seadanya. Aku tau pasti kalian mikir keras banget pas mau nentuin sekolah lanjutan kalian, dan harus juga mikirin orang tua, dan gengsi, dan masa depan, dan pekerjaan, dan apalagi ? Pokoknya banyak kan. Pasti kalian sempet mikir gini –kalo enggak, berarti fix kalian gak mikir apa-apa –

katanya kita bebas menentukan perguruan tinggi,

tapi harus yg akreditasi tinggi, jurusan favorit,aman, dan dekat dengan rumah kerabat

katanya kita bebas mencari pekerjaan,

tapi harus di kantor, berpakaian rapi, dan ada tunjangan pensiun

katanya kita bebas memilih jodoh,

tapi harus orang tua kenal, relasi bisnis, dan saling menguntungkan

katanya kita bebas menentukan pilihan,

selama mengikuti pilihan yang ada.

     (bacanya pake nada iklan ‘3’ ya. Kalo nggak pernah lihat? buka Youtube aja. Kalo pulsa modem abis? isi aja paket yang murah. Kalo g punya modem? ke warnet aja. Kalo gak tau warnet itu apa? Kasian amat hidup loe.)

    Yah kaya gitulah bimbangnya anak SMA kelas 3. Kalian udah merasakan bukan? Bagus. Aku juga merasakan hal yang sama. So, yang dilakuin apa mas? Ya kepoin Twitter mas mbaknya yang udah kuliah dong –cielah bahas twitter, padahal baru aja buatnya-. Serius, twitter penting banget deh untuk kelangsungan hubungan sosial kita. Jadi yang berpikiran sama kayak aku bahwasanya twitter itu apa lah, gak penting lah, fake lah, ribet lah, males lah, ubah pikiran kalian itu. Ubah jadi apa mas? Ya terserah lah, itu hidup-hidup kalian, kenapa aku yg urusin. Becanda kok, ubah pemikirannya sedikit dewasa deh. Kita harus ngikuti perkembangan zaman, tapi jangan sampe terbawa arus perkembangan zaman.

      Jujur sebenernya aku enggak jadiin UI sebagai pilihan pertamaku di Undangan, kalo sekarang sih bahasa resminya jalur SNMPTN. Kenapa ? Ya karna itu pilihan kan. Sebenernya pilhan pertamaku di UNPAD, Fakultas Ilmu Komunikasi. Kenapa milih itu? Karena pemikiran tadi, karena pemikiran pekerjaan. Aku ngeliat lulusan Ilkom UNPAD banyak yang kerja di Transcorp, dan aku pengen kaya gitu. Fix pengen kayak gitu. Jangan tanya kenapa aku pengen, ntar gak diterusin lho ceritanya. Dan banyak faktor juga yang mempengaruhi pemilihan seperti; akreditasi, jarak sama rumah, biaya hidup, kerjanya nanti dimana, besar uang kuliahnya, dan lain-lain termasuk faktor internal kayak interest, gengsi, karena ikutan temen, gak enak sama teman, tetangga, kesukaan, hobi, ataupun lari dari matematika -aku banget-.

      Sebenarnya kalo kasus undangan sih kayanya kasus peperangan terselubung ya. Banyak cerita yang enggak enak dibalik itu semua, tapi cerita yang mengharukan juga enggak sedikit kok. Banyak kontroversi hati dan labil pemikiran –yang gak tau artinya, yaudah lah ya- yang terjadi. Perang dimana kita sendiri enggak tahu kalo lagi perang. Pokoknya lebih serem daripada Perang Dunia II.  See, kalian kudu mikir-mikir bener nih. Satu lagi, kalian harus konsul ke orang yang tepat, malahan orang yang benar-benar tepat, tepatnya lagi ke orang yang kalian anggap benar-benar tepat dan memang orang itu yang paling tepat.

          Jadi karena aku udah srek UNPAD, jadilah pilih itu univ. Dan hasilnya adalah :

gawe essay

     See, udah mikir keras banget. Mempertimbangkan berbagai hal dan cuman dikasi ‘maaf’. Ini ngajak ribut atau gimana? Sebenernya ini tidak termasuk permasalahan besar sih, eh ralat permasalahan ini besar banget. Dunia ini kayaknya udah berhenti gitu pas baca ini. Kayaknya udah gak ada hari esok lagi. Semacem baru pacaran sama cewek yang udah di pdkt-in setahun, jadian sehari, besoknya ceweknya mati ketabrak lin A.

    Beneran ini bikin otak mikir keras gimana caranya lari dari pertanyaan temen yang biasanya gini nih, ‘Eh gimana undangannya ?’ atau gini nih ‘Eh kena pilihan ke berapa ?’ atau gini nih yang paling nyebelin ‘Eh daftar ulangnya tanggal berapa ya ? Kamu kena juga kan undangannya kan ?’ waktu itu yang terpikirkan dua pilihan. (1) Beli rondhe di depan RRI Jember sambil nangis raung-raung di bawah jembatan gladak kembar. Atau (2) nyamperin rumah orang yang tanya aneh-aneh terus bakar rumahnya. Setelah dipikir-pikir pilihan kedua bukannya nganterin ke universitas, malahan nganterin ke pintu taubat. Dan pilihan pertama pun gak jadi nangis raung-raung di bawah gladak kembar karena gak tahu turunnya lewat mana. Jadinya cuman beli rondhe aja di RRI sambil nyari temen seperjuangan –orang-orang yang mimpinya tertunda sementara-.

      Besoknya, enggak kehabisan akal, aku coba lagi buka webnya SNMPTN terus log in lagi –kali aja tulisannya berubah dari Maaf jadi Selamat!-. Dan hasilnya masih sama. Aku coba lagi disconnect in modem, sapa tau enggak kereload atau refresh dari yang kemaren. Dan hasilnya masih sama. Nyoba cara yang berbeda kali ini. Aku cobak restart komputer, sapa tahu penyebabnya kesalahan pas booting komputer. Dan hasilnya masih juga sama. Berpikir positif aja, aku coba cara lain lagi, pergi ke warnet terus buka di komputer warnet, sapa tau laptopku kena virus jadi koneksi internetnya engga jalan. Dan hasilnya masih juga tetap sama. Aku frustasi.

       Terima kenyataan, aku nyerah udah tentang Undangan ini. Mungkin harus jadi orang yang harus sedikit berusaha ekstra untuk menggenggam mimpinya. Mau enggak mau, suka enggak suka, kenyataannya aku udah menelan pahitnya kegagalan, meski aku enggak tahu penyebab pastinya kegagalan ini apa, atau masihkah ini bisa di sebut kegagalan mengingat aku sama sekali enggak berusaha untuk mencapainya. Seenggaknya usahanya minim mengingat kriteria dan hasil komulatif penilaiannya tidak dipublikasikan. Karena, yah namanya juga di’undang’.

     Hal pertama yang aku lakuin tentu aja daftar jalur selanjutnya yang bisa nganterin menuju mimpiku yang sempet tertunda. Ya, dia juga merupakan harapanku, SBMPTN, atau familiar di sebut jalur tulis. Ngikutin seluruh rangkaian pendaftaran sampe persiapan amunisi untuk peperangan selanjutnya yang aku lakuin. Bersama kawan yang senasib sepenanggungan hadapi perang selanjutnya. Mungkin kawan-kawan yang lolos ke level pendidikan selanjutnya lagi daftar ulang atau ngikutin rangkaian kegiatan mahasiswa baru, sedangkan kami ‘Pejuang SBM’ masih harus menghadapi rivalitas dari seluruh Indonesia. Itu kenyataannya, dan kami enggak bisa ngerubah. Jujur aku iri, sangat. Mereka bisa tidur nyenyak –beberapa mungkin enggak- karena tanggungan cita-cita mereka udah naik satu tingkat. Sedangkan aku, kami tepatnya, masih harus di tingkat ini.

     Tentang pemilihan kuliah di SBMPTN, tentu aja pemikirannya beda lagi sama pas SNMPTN. Kebanyakan dari mereka, milih perguruan tinggi yang termasuk safe zone. Aku enggak nyalahin mereka sih, itu hak mereka, cuman banyak ungkapan-ungkapan -atau sekarang biasa disebut quotes- bermunculan. Contohnya, Kenapa harus nyerah soal mimpi yang tertunda, gantungkan mimpimu setinggi-tingginya. Contoh lain lagi, Janganlah berekspektasi menjangkau langit, kalau anda tidak mempunyai pikiran untuk melompat dan mencoba meraihnya. Atau yang lebih simpel lagi; Berkacalah pada pengalaman, karena pengalaman tidak bisa menipumu. Atau ini nih yang epic banget, legendaris abis; Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Tapi aku sih masih stay sama mimpiku sebelumnya karena aku masih belum bisa memimpikan yang lebih baik. Tetap pada pilihan yang sama seperti SNMPTN. Dan hasilnya adalah, jreng..jreng..jreng..

fail2

      Oh, ini…… what the #@#%$#@$%$#@#!%$#@$3 <sensor>. Sekarang, aku tahu mimpi kadang emang bunga tidur, hanya bunga tidur, dan akan layu ketika kita terbangun. Sekali lagi, kenyataan memang menyakitkan. Semacem kita mau pesta barbeque di luar, udah beli bahan sama alat-alatnhya, dan ternyata hujan. Jatuh di lubang yang sama. Fail banget. Tapi rasanya enggak se shock pas Undangan, sudah terbiasa kali ya. Atau emang ekspektasiku dan usahaku kurang keras. Nyesal ? Pasti. Marah ? Iya. Sedih ? Tentu. Lompat dari kantor Pemda ? Ya enggaklah goblok.

       Sebelumnya sih, tepatnya sebelum pengumuman ini, aku udah ngikutin banyak jalur seleksi masuk kayak SIMAK UI ataupun UM UGM. Karna semakin banyak kita nyoba seleksi itu, semakin kita bisa ngukur kemampuan diri. Meski jujur, salah satu  alasannya tentu ‘yang penting dapat Univ dulu, yang penting gak nganggur’. Dan dari sini ceritanya udah bisa di tebak sih;

 iki gawe essay pisan

            Kalo diumpamakan baru ditembak cewek nih, ini yang nembak Julie Estelle atau Asmirandah. PEECAAAHHH ! EPIC ! Ini rasanya diterima di Universitas dimana anda tidak perlu ragu lagi. Universitas dimana namanya merupakan nama negara ini. Asli coy, ini pertama kalinya kalo ditanyain pake Question of Lifenya Dedy Corbuzier antara milih diterima sama Gita Gutawa atau diterima di UI, pasti cuman butuh sedetik buat jawab diterima di UI. Intinya, aku enggak butuh alasan atau pemikiran-pemikiran lain untuk nolak kesempatan besar ini.

       Dan inilah awalnya, pertemuan dengan orang-orang mereka menyebut dirinya Gamabeta UI, kesan pertama terlihat biasa aja, yah seperti kakak tingkat kebanyakan. Tapi itulah sesat pikir -?- yang saya lakukan pertama kali. Mereka berbeda, mereka…. ah sial, susah diungkapkan dengan kata-kata, super duper epic. Kalian pikir sekolah di UI murah ? Kalian enggap biaya hidup di UI murah ? dan kalian merasa kalian bisa aman tinggal di UI ? YAIYALAH ! Ngapain pikiran-pikiran buruk kau pelihara nak ? Gak ada satupun hal yang bisa kalian takutkan di UI. Dari hal-hal sepele hingga hal-hal yang gede. Just a simple like that. Kasih aku alasan-alasan kalian gak mau sekolah di sini, akan kucoba mentahkan satu per satu. Fix, kalian kudu kuliah di UI.

            Pikirin lagi deh, ngapain kalian harus ragu milih UI coy. Udah ada Gamabeta disini, bukan sebuah organisasi, tapi sebuah keluarga. Enggak terikat oleh heirarki, tapi ikatan tak kasat mata yang menghubungkan dari hati ke hati. Bedanya dengan paguyuban lain ? Tentu aja beda lah. Dari namanya aja udah Keluarga, bukan ditekankan di paguyubannya. Ngapain harus ragu? Pikirin deh pakek otak yang bersih, jangan mikir pas lagi nonton film nggak genah.

       Dan yang paling EPIC disini bahasanya coy. Dan pergaulannya kalo di tambahin. Dari segi bahasa aja kita udah berbeda, sangat. Kaidah-kaidah yang biasanya kita pake di kampung halaman jadi beda banget sama disini. Dan pergaulannya, lu mau bilang anak rantau ? tapi tiap weekend atau paling enggak sebulan sekali pulang ke Jember. Lu anak rantau apaan coba ? Menurutku, yang namanya rantau itu bener-bener jauh dari kampung halaman, yang enggak gitu aja pulang ke rumah seenak jidat. Yang ketika pulang ke rumah nanti, rasa haru, rindu, kangen, campur aduk jadi satu dan tidak terlukiskan. Ketika pulang nanti membawa kebanggaan dari tanah rantauan. Itu sumpah kece abis men. Balik ke pergaulan, pergaulannya tidak seekstrim yang kalian pikir men. Sama kayak kalian mikir UN horor banget, ancaman gak lulus menghantui, jadi di forsir belajarnya. Pas kalian mau UN, biasa aja kan. Sama kayak gitu rasanya, misalnya nih, kalian nonjok orang di Jember, pasti di juga bales nonjok kalian. Disinipun sama gitu, kalian nonjok orang pasti bales ditonjok juga. Sama, toh sama-sama manusia kan ? Terus yang kalian takutin apa ? Ketakutan yang tidak beralasan. Kalo masi takut, pikiran kalian masih kolot dan kalian masih gak siap kuliah.

        Tuh udah aku jelasin dari gimana perjuangan dapetin perguruan tinggi, ampe alasan-alasan kalian kudu fix milih UI serta Keluarga kedua kalian nantinya disana. Kalo aku bilang sih ini gak terlalu inspirational story, karena ya gitu dah. Biasa. Mainstream. Gak kreatif. Dan lain-lain. Kalo kalian mau cari kisah inspirasi from zero to hero. Ya kalian cari di internet deh banyak tuh pengusaha-pengusaha. But, aku bersyukur kalo ada yang terinspirasi baca tulisanku. Yah, kalo dilogika sih kalau kalian terinspirasi dari cerita orang goblok kayak saya, itu artinya kalian lebih……….. pikirin sendiri deh. Salam. Faizal Haqi, orang bodoh yang mikir bakal bisa ngewujudin impiannya, katanya sih pemimpi sejati.

 ui

Img. GAMABETA Angkatan 2013 di depan gedung kekuasan tertinggi Rektorat

(Saya urutan kedua dari kiri)

Selamat Berjuang dan Selamat datang para Pejuang Muda Bangsa di UNIVERSITAS PERJUANGAN. UNIVERSITAS INDONESIA.